ENSIPEDIA.ID, KENDAL – Masa awal kemerdekaan adalah waktu-waktu krusial dalam menentukan keberhasilan berdirinya sebuah negara. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat juga harus tepat agar mampu menunjang kesejahteraan warganya.
Suasana Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera melakukan tindakan guna membangun lingkungan pemerintahan.
Pertama, mereka mengesahkan Undang-undang Negara Republik Indonesia dan mengangkat Presiden beserta Wakilnya pada 18 Agustus 1945. Di hari berikutnya yaitu 19 Agustus 1945, mereka membentuk 12 kementerian untuk mendirikan sistem pemerintahan serta membagi Indonesia menjadi 8 provinsi.
Masing-masing kementerian kemudian menjalanlan tugas dan wewenangnya. Di lingkungan Kementerian Keuangan yang kala itu dijabat oleh A.A Maramis, mengeluarkan Dekrit dengan tiga keputusan penting di dalamnya, Dekrit tersebut diterbitkan pada 29 September 1945.
Isi Dekrit Kementerian Keuangan
1. Tidak mengakui hal dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang untuk menerbitkan dan menandatangani surat-surat perintah membayar uang dan lain-lain dokumen yang berhubungan dengan pengeluaran negara,
2. Terhitung mulai 29 September 1945, hak dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diserahkan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk dan bertanggungjawab pada Menteri Keuangan,
3. Kantor-kantor kas negara dan semua instansi yang melakukan tugas kas negara (kantor pos) harus menolak pembayaran atas surat perintah membayar uang yang tidak ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara.
Situasi Ekonomi setelah Dekrit Terbit
Pada 1 Oktober 1945, Pemerintah RI menetapkan berlakunya mata uang bersama di wilayah kedaulatan Republik Indonesia, yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda, dan uang Jepang.
Pada 2 Oktober 1945, pemerintah melalui Menteri Keuangan mengeluarkan Maklumat Pemerintah Republik Indonesia yang menetapkan bahwa uang NICA tidak akan berlaku lagi digunakan di wilayah Republik Indonesia.
Kemudian pada 4 Oktober 1945, pemerintah menetapkan empat mata uang yang sah berlaku di Republik Indonesia, yaitu di antaranya De Javasche Bank, De Japansche Regeering, Dai Nippon emisi dan Dai Nippon Teikoku Seibu.
Perjalanan Oeang Republik Indonesia
Setelah menetapkan mata uang yang berlaku di Indonesia, pemerintah kemudian mencetuskan ide untuk membuat mata uang milik Indonesia sendiri.
Lalu pada 7 November 1945 Menteri Keuangan A.A Maramis mengambil langkah membentuk “Panitia Penyelenggara Pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia.
Panitia tersebut diketuai oleh T.R.B Sabaroedin dari Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan anggota-anggotanya yang berasal dari Kementerian Keuangan yaitu H.A. Pandelaki & R. Aboebakar W. dan E. Kusnadi, lalu dari Kementerian Penerangan yaitu M. Tabrani, dari BRI yaitu S. Sugiono dan terakhir wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan yaitu Oesman dan Aoes Soerjatna.
Mata uang kala itu diberi nama Oeang Republik Indonesia (ORI). Setelah mematangkan ide dan menetapkan langkah yang tepat, pemerintah mulai mencetak ORI setiap harinya mulai 1 Januari 1946 dari jam 7 pagi hingga 10 malam.
Namun, saat itu Batavia (kini Jakarta) yang menjadi Ibu Kota Indonesia masih dipenuhi gejolak penyerangan. Terjadi saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda.
Bahkan, Ketua Komisi Nasional Jakarta yang kala itu dijabat oleh Mr. Mohammad Roem mendapat serangan fisik dari simpatisan Belanda. Tak hanya itu, Menteri Penerangan Mr. Amir Sjarifuddin juga hampir menjadi korban percobaan pembunuhan.
Di samping dimulainya pencetakan ORI, pada 1 Januari Presiden Soekarno diam-diam memerintahkan Balai Yasa Manggarai untuk menyiapkan rangkaian kereta api guna menyelamatkan para petinggi.
Di tanggal 3 Januari, seluruh petinggi negara seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, para menteri dan staf serta keluarganya keluar meninggalkan Kota Jakarta.
Seluruh petinggi berhasil diselamatkan ke Yogyakarta, bersamaan dengan hal tersebut, ibu kota negara dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Di Jakarta, hanya terdapat Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan kelompoknya untuk bernegosiasi dengan Belanda.
Pencetakan ORI terus dilakukan hingga pada Mei 1946 situasi keamanan di Jakarta semakin memburuk. Pencetakan pun dihentikan, dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang dan Ponorogo.
Pada 30 Oktober 1946, ORI mulai diedarkan. Namun karena lokasi pencetakan yang terpencar serta lamanya waktu penyebaran, yang bertanda tangan kala itu adalah A.A Maramis, meskipun sejak November 1946 jabatan Menteri Keuangan sudah diganti. Saat ORI beredar luas, Menteri Keuangan dijabat oleh Sjafruddin Prawiranegara.
ORIDA (Oeang Republik Indonesia Daerah) mulai diedarkan sesuai dengan kebijakan wilayah masing-masing. Hal itu juga yang menyebabkan setiap tanggal 30 Oktober diperingati Hari Keuangan Republik Indonesia.
Sayangnya, peredaran ORI tidak berjalan dengan mulus dan menuai banyak halangan. Sepanjang tahun, jumlah uang yang beredar di wilayah Republik Indonesia sulit dihitung dengan tepat. Hal ini dikarenakan kondisi Indonesia saat itu masih dipenuhi oleh peperangan.
Pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949, diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) antara pihak Indonesia dengan Belanda. Pada kali ini, barulah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Kemudian, dibentuk negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS).
Dilansir dari website resmi kemenkeu, kala itu Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan uang kertas yang memberikan hak piutang kepada pembawa uang terhadap RIS sejumlah dana yang tertulis pada uang tersebut dalam rupiah RIS. Hal ini mulai diberlakukan 31 Mei 1950 mengatur berbagai hal berbagai tentang pengeluaran uang kertas atas tanggungan Pemerintah RIS.
Pada 17 Agustus 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali terbentuk dengan dibubarkannya RIS. Sejalan dengan hal tersebut, mata uang Rupiah RIS ditarik dari peredarannya.
Pemerintah pada 1951-1952 mengambil kebijakan Gunting Sjafruddin yang bertujuan menyedot peredaran uang yang terlalu banyak. Dalam jangka waktu tertentu, bagian kiri uang dapat ditukar dengan uang baru. Sejak saat itulah, De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia (BI).
Setelah BI berdiri di tahun 1953, terdapat dua macam rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia, yaitu uang yang diterbitkan Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Keuangan) dan yang diterbitkan Bank Indonesia.
Uang yang dicetak oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah uang kertas dan logam pecahan dengan nilai di bawah Rp5, sedangkan Bank Indonesia mencetak uang kertas di atas Rp5.
Setelah beberapa tahun, pemerintah mempertimbangkan uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia tidak mempunyai perbedaan nilai fungsional.
Sehingga untuk mengefisiensi dan menyeragamkan pengeluaran uang, diterbitkan Hak tunggal Bank Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968. Sejak saat itu, pencetakan uang hanya dilakukan oleh Bank Indonesia saja.