Hubungan Cinta-Benci Masyarakat Indonesia dengan Budaya Ngaret

ENSIPEDIA.ID, Salatiga – Indonesia, negara kepulauan dengan keragaman budaya yang kaya, memiliki ciri khas yang unik dalam hal persepsi waktu, yaitu budaya “ngaret”. Fenomena ini merujuk pada kebiasaan masyarakat Indonesia untuk datang terlambat atau kurang tepat waktu dalam berbagai situasi. Budaya ngaret ini telah menjadi ciri khas yang sering menciptakan perasaan cinta-benci di kalangan masyarakat Indonesia.

Budaya ngaret telah tertanam dalam pola pikir masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun. Meskipun beberapa orang mungkin merasa terganggu dengan kebiasaan ini, yang lain menerima dan bahkan memaknai budaya ngaret sebagai bentuk fleksibilitas dan toleransi dalam menjalani kehidupan sehari-hari

Penyebab Terbentuknya Budaya Ngaret pada Masyarakat Indonesia

Sikap Kolektivis Terhadap Budaya Ngaret

Budaya ngaret terbiasa karena pewajaran di lingkup sosial

Di Indonesia, masyarakatnya cenderung kolektivis. Pendapat kelompok dianggap lebih penting daripada individu. Jika semua orang dalam kelompok tidak masalah dengan keterlambatan seseorang, maka itu menjadi hal yang biasa. Sehingga budaya ngaret menjadi hal yang lumrah bagi semua orang

Mengkritik seseorang yang terlambat dianggap tidak sopan, karena bisa jadi menyinggung perasaan orang tersebut. Selain itu karena kadang-kadang kita sendiri yang terlambat, kita lebih cenderung diam saja saat seseorang terlambat. Menyalahkan seseorang atas keterlambatan dianggap dapat membuat kita kehilangan teman dan popularitas di lingkungan sosial, bahkan bisa berbalik menyerang kita.

Mindset “Jam Karet”

Budaya Ngaret yang dilambangkan oleh jam karet

Istilah “jam karet” digunakan untuk menggambarkan sikap toleransi terhadap keterlambatan. Terkadang, orang Indonesia memiliki kecenderungan untuk meremehkan pentingnya waktu yang tepat dan lebih fleksibel dalam mengatur jadwal. Ini dapat terlihat dalam berbagai situasi, termasuk pertemuan bisnis, acara sosial, dan transportasi umum.

Budaya Indonesia memiliki pandangan yang lebih santai terhadap waktu dibandingkan dengan budaya yang lebih berorientasi pada ketepatan waktu. Sehingga konsep “jam karet” atau “rubber time” sering digunakan untuk menggambarkan sikap fleksibilitas dalam menjalani waktu. Hal ini bisa berkaitan dengan pandangan hidup yang lebih santai dan penerimaan terhadap ketidakpastian.

Lantas Bagaimana Menghilangkan Budaya Ngaret?

Menghilangkan budaya ngaret dengan membiasakan disiplin tepat waktu

Mengatasi budaya “ngaret” dan kebiasaan terlambat membutuhkan upaya yang melibatkan pemahaman, komunikasi, dan perubahan sikap baik dari individu maupun secara kolektif.

Jika dilihat dari penyebabnya tadi, untuk menghilangkan budaya ngaret perlu ada hukuman atau konsekuensi saat seseorang terlambat. Apabila di lingkup sosial, jangan segan untuk memberikan kritik ketika seseorang terlambat agar tak ada lagi pewajaran terhadap perilaku ngaret.

Selain itu memberikan contoh yang baik dengan menunjukkan ketepatan waktu dan menghargai waktu orang lain. Menjadi teladan akan memberikan pengaruh yang positif bagi orang lain untuk mengubah kebiasaan terlambat. Orang-orang di sekitarmu yang sebelumnya terbiasa ngaret perlahan akan mengikuti karena perasaan tak enak kepada dirimu.

Perubahan budaya dan kebiasaan tidak terjadi secara instan. Diperlukan kesabaran, konsistensi, dan dukungan bersama untuk mengatasi budaya ngaret dan kebiasaan terlambat. Dengan upaya yang berkelanjutan, diharapkan persepsi dan perilaku terkait waktu dapat berubah menuju lebih tepat waktu dan efisien.

 

Latest articles