ENSIPEDIA.ID, KENDAL – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 masa sidang IV tahun 2021-2022, Selasa (12/4/2022).
Rapat itu dihadiri sebanyak 311 anggota dewan dengan rincian 51 orang hadir secara langsung dan 225 orang hadir melalui virtual. Sedangkan 51 anggota dewan tak hadir karena izin.
Saat itu, Ketua DPR Puan Maharani menanyakan persetujuan para anggota dewan terkait pengesahan RUU TPKS.
“Apakah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan menjadi undang-undang?” ujar Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat.
Sontak, banyak para peserta rapat menyetujui perkataannya tersebut.
Sebelumnya, RUU TPKS telah disetujui delapan dari sembilan fraksi dalam Rapat Pleno pengambilan keputusan tingkat satu di Badan Legislasi DPR sehingga kemudian di bawa ke rapat paripurna. Hanya fraksi PKS yang menolak RUU TPKS karena dinilai tidak memasukkan norma kesusilaan atau pasal yang mengatur perzinaan.
Karena masih tingginya angka kekerasan seksual, pemerintah dan DPR mengebut pembahasan RUU TPKS sejak bulan Maret lalu, sampai pada akhirnya disahkan per Selasa (12/4) kemarin.
Dilansir dari cnnindonesia.com, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya mengatakan, RUU TPKS terdiri dari 93 pasal dan 12 bab yang di dalamnya memuat sembilan jenis kekerasan seksual. Dia menyebut RUU TPKS akan memberi perlindungan bagi korban dan payung hukum bagi aparat penegak hukum yang tidak diatur dalam KUHP.
“Ini adalah kehadiran negara bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yangg selama ini kita sebut fenomena gunung es,” tutur Willy saat mengisi sambutan di Rapat Paripurna.
Tiga koalisi masyarakat sipil, yaitu The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (Puskapa) memberikan catatan penting terkait UU TPKS yang disebut menjadi tonggak awal dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang marak terjadi di Indonesia.
“Pengesahan UU TPKS ini punya arti penting untuk penguatan pengaturan tentang perlakuan dan tanggung jawab negara untuk mencegah, menangani kasus kekerasan seksual dan memulihkan korban secara komprehensif,” kata peneliti ICJR, Maidina Rahmawati dalam keterangannya, Selasa (12/4).
Dikutip dari Suara.com, berikut poin-poin penting yang tercantum di dalam UU TPKS.
1. Penyidik Kepolisian Tidak Boleh Menolak Perkara
Dengan adanya UU TPKS, pihak penyidik tidak dapat menolak perkara yang berhubungan dengan kekerasan seksual dengan alasan apapun.
2. Pengklasifikasian Kekerasan Seksual
Panitia Kerja (Panja) telah mencatat sebanyak 19 jenis kekerasan seksual yang tertulis dalam RUU TPKS. Pengelompokan tersebut dibagi ke dalam dua ayat.
a. Pasal 4 ayat 1 yang merujuk UU TPKS, antara lain: pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, kekerasan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, dan perbudakan seksual.
Terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang disebutkan dalam ayat tersebut. Kemudian sisanya terdapat pada ayat selanjutnya.
b. Pasal 4 ayat 2, antara lain: perkosaan; perbuatan cabul; persetubuhan antara anak; perbuatan cabul terhadap anak dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak; perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban; dan pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual; pemaksaan pelacuran; tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual; kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga; dan tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual.
3. Tidak Diperkenankan Diselesaikan dengan Restorative Justice
Perkara kekerasan seksual tidak diperbolehkan untuk diselesaikan dengan cara kekeluargaan atau menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan bagi pelaku tindak pidana dengan korban.
4. Pengakuan dan Jaminan Hak Korban
RUU TPKS mengatur dan memastikan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan dalam tindak pidana kekerasan seksual dapat terpenuhi.
Itulah beberapa poin penting dalam isi UU TPKS yang menjadi tonggak bersejarah pemerintah dalam menangani kasus kekerasan seksual. UU ini juga telah lama ditunggu-tunggu oleh masyarakat.