ENSIPEDIA.ID, Jember – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan resmi menuntut Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan hukuman 12 Tahun Penjara dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Dalam pembacaan tuntutan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jaksa menyimpulkan bahwa Richard Eliezer telah memenuhi unsur pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
“Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 12 tahun dipotong masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa saat membaca tuntutan.
Setelah mendengar tuntutan dari Jaksa tersebut, seketika persidangan menjadi ruih oleh para penggemar Richard Eliezer yang menganggap bahwa hukuman tersebut tidak adil dan terlalu memberatkan bagi idolanya.
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu juga terlihat menangis saat tuntutan didakwakan. Selain itu, jaksa penuntut umum juga turut menangis saat membacakan tuntutannya.
Sangking riuhnya persidangan saat pembacaan tuntutan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso menghentikan jalannya persidangan hingga para pengunjung dapat terkendali dan kondusif.
Tuntutan hukuman yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini cukup kontroversial mengingat terdapat hal-hal yang dapat meringankan hukuman dari Richard Eliezer terutama statusnya sebagai seorang Justice Collaborator.
Mengutip laman lsc.bphn.go.id, terdapat tiga keuntungan seseorang ketika menjadi justice collaborator, yaitu pelaku mempunyai peluang mendapatkan tuntutan hukuman ringan, pelaku bisa mendapatkan potongan masa hukuman atau remisi , dan pelaku juga mempunyai peluang mendapat pembebasan bersyarat dengan catatan sudah menjalani 2/3 masa hukumannya.
Hal lainnya yang juga dapat meringankan pidana Richard Eliezer adalah kaitannya dengan relasi kuasa antara seorang polisi dengan pangkat Bharada dan Jenderal bintang dua sehingga menyebabkan perintah dari Ferdy Sambo sulit untuk ditolak oleh Richard Eliezer.
Selain itu, Bharada E juga tidak memiliki motif pribadi untuk melenyapkan nyawa dari Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang merupakan seniornya di kepolisian.
Di dalam persidangan pun Richard Eliezer tampak kooperatif dalam menjawab segala pertanyaan dari hakim, jaksa penuntut umum, maupun penasehat hukum.
Hukuman yang ringan bagi Richard Eliezer juga pernah disinggung oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Mahfud MD. Ia mengungkapkan tersebut saat sedang berbincang dengan Uya Kuya di Channel Youtube Uya Kuya TV.
“Menurut saya ringan, karena kalau dia tidak bicara kan tidak terbuka,” kata Mahfud.
Bahkan Mahfud MD juga mengungkapkan bahwa secara teori hukum Richard Elizer bisa dinyatakan bebas.
“Menurut saya layak, dia mendapat keringanan, karena dia dalam tekanan, bahkan secara teori bisa bebas, tapi saya gak tau hakimnya mau apa tidak,” imbuhnya.
Meskipun demikian, juga ada beberapa pihak yang kontra terhadap opini populer publik terkait hukuman Richard Eliezer, salah satunya adalah mantan hakim agung, Gayus Lumbuun
Prof Gayus mengingatkan bahwa dalam Pasal 51 KUHP ayat (1) disebutkan barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, pelakunya tidak terkena pidana. Namun dalam keterangan ayat (2) disebutkan bahwa perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah mengira dengan itikad baik bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
“Nah ini yang tidak pernah diungkapkan di pengadilan, baik oleh para ahli maupun para pihak. Padahal ini sangat esensial sekali bahwa kalau memerintah dan kalau perintah itu tidak sah maka yang mendapatkan perintah tidak bisa lepas dari pidana seperti disebutkan dalam Pasal 51 UU No 48/2009,” jelas Prof Gayus., dilansir dari Republika
Gayus juga menerangkan bahwa Bharada E harus tetap bertanggung jawab atas tindakannya yang menghilangkan nyawa Nofriansyah Yosua Hutabarat
“Dalam pikiran saya Bharada E bertanggung jawab penuh karena kalau tidak ada dia, tidak ada kematian,” kata Gayus Lumbuun dalam acara talk show Satu Meja yang tayang di Youtube Kompas TV, Rabu (26/10/2022) malam.