Kisah Para Jawara dan Preman Angkat Senjata Memperjuangkan Kemerdekaan

ENSIPEDIA.ID – Setiap orang berhak untuk mempertahankan kemerdekaan bangsanya. Tak terkecuali para preman dan jawara pada saat revolusi kemerdekaan. Di balik kedaulatan yang dirasakan Bangsa Indonesia saat ini, ada usaha mereka dalam mengamankan kemerdekaan. Mereka bahkan ikut angkat senjata menjadi tentara untuk mengusir penjajah.

Preman dan Jawara di Masa Revolusi

Seorang jagoan Senen bernama Imam Syapi’i atau dikenal juga dengan Bang Pi’ie melakukan organisir massa dalam rangka melakukan pengamanan menjelang proklamasi kemerdekaan. Ia mengomandoi orang-orang yang berada di pasar. Tak tanggung-tanggung, orang-orang yang diajak oleh Bank Pi’ie berasal dari latar belakang preman dan jagoan-jagoan pasar, termasuk juga para pencopet.

Di sisi lain, kolega Bang Pie’ie, yaitu Jan Rapar juga melakukan organisir pemuda-pemuda Minahasa. Jan Raper dikenal sebagai jagoan di sekitar Senen yang kerap berurusan dengan polisi Belanda. Dia adalah seorang mantan tentara KNIL Minahasa yang berbadan besar. Konon katanya beratnya mencapai 100 kg.

Ada pula Ventje Sumual, seorang nasionalis yang pernah bekerja di kapal Jepang. Ia juga ikut serta dalam pengorganisasian massa mantan tentara KNIL yang sudah kehilangan pekerjaan.

Satu lagi jagoan yang ikut serta mengamankan proklamasi, yaitu Evert Langkai. Evert Langkai adalah seorang yang jago berkelahi dan cukup disegani di sekitaran Senen. Ia bersama Jan Raper memimpin pemuda-pemuda Minahasa dalam mengamankan proklamasi. Sama seperti Jan Raper, Evert Langkai juga tak ragu untuk menantang orang-orang Belanda untuk berkelahi, kalau perlu berurusan dengan polisi.

Pengamanan Kemerdekaan oleh Preman

Dua kelompok utama, yaitu pemuda-pemuda Minahasa dan preman-preman pasar Senen melakukan pengamanan menjelang proklamasi kemerdekaan. Pada sore hari di tanggal 16 Agustus 1945, mereka melakukan perumusan strategi pengamanan. Para jawara-jawara tersebut kemudian membagi tim penjagaan keamanan.

Beberapa regu pun dibadi. Di Menteng, regu-regu penjagaan dikomandoi oleh Langkai, sedangkan di sekitaran Kebon Sirih dikomandoi oleh Sumual.

“Ini saatnya kalian harus tunjukkan kelaki-lakian kalian,” ucap Jan Rapar guna membakar semangat para preman dan jawara.

Sepanjang malam, penjagaan pun dilakukan oleh kelompok preman dan jawara. Hasil penjagaan tersebut, Jakarta menjadi sepi dan damai hingga pagi hari menjelang detik-detik proklamasi. Karena kelelahan, pada saat dibacakannya proklamasi, para preman pun tertidur.

Preman Angkat Senjata

Setelah upaya pengamanan berhasil, mereka kemudian dihimpun dalam sebuah laskar rakyat. Preman dan jagoan yang dipimpin oleh Bank Pi’ie dihimpun dalam Laskar Rakjat Djakarta Raja. Sedangkan itu, pemuda-pemuda Minahasa kemudian bergabung dalam Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS).

Laskar Rakjat Djakarta dan KRIS kemudian diangkat menjadi tentara-tentara yang kemudian berjasa dalam memukul kembali Belanda yang menginvasi pasca-Kemerdekaan.

Tak hanya preman-preman dari Pasar Senen, masih banyak lagi laskar-laskar rakyat di seluruh Indonesia yang berjasa dalam masa revolusi.

Ada Batalyon Kemajuan Indonesia (BKI) di bawah naungan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan mantan tahanan Nusakambangan. Mereka dibebaskan oleh Kahar Muzakkar untuk membela kemerdekaan. Begitu para narapidana dari Kalisosok yang dibebaskan oleh Ketua Pengadilan Mr. Indrakusuma. Mereka kemudian membentuk Barisan Maling.

Selain itu, pemanfaatan preman juga dilakukan diunit rahasia. Menurut penuturan Robert Cribb, Mayor Jenderal Moestopo pernah membentuk Tentara Rahasia Tinggi yang terdiri dari narapidana, pelacur, residivis, pencopet, perampok. Mereka sengaja dibentuk untuk menciptakan kekacauan dan kebingungan tentara Belanda di Bandung.

Latest articles