Ribuan Sekolah Ditutup, Bagaimana Bisa Jepang Mengalami Depopulasi?

ENSIPEDIA.ID, Trenggalek – Berbicara tentang Jepang maka tidak akan pernah jauh dari bunga sakura, serial anime, teknologi, kota Tokyo, juga Samurai. Namun, di balik itu semua apakah kalian tahu bahwa Jepang tengah menghadapi masalah yang cukup besar?

Jepang dikenal sebagai negara yang memiliki harapan hidup tinggi. Dengan penduduk berjumlah 127 juta orang menjadikan negara yang terletak di Asia Timur ini menempati posisi ke-9 sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.

Namun, faktanya angka kelahiran di negara itu tengah mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal itu memberikan dampak yang cukup besar, utamanya dalam dunia pendidikan. Baru-baru ini ribuan sekolah dinyatakan tutup karena sepinya murid yang mendaftar.

Seperti kejadian yang dialami Eita Sato dan Aoi Hoshi yang menjadi lulusan terakhir di SMP Yumoto, di Desa Ten-ei, Prefektur Fukushima, Jepang Utara. Sekolah itu kini akan ditutup secara permanen, setelah 76 tahun berdiri. Ini adalah satu dari ribuan contoh kasus kejadian ditutupnya sekolah karena depopulasi yang terjadi di negara itu.

Bagaimana Jepang Mengalami Depopulasi? 

three generation asian family relaxing in the living room

Depopulasi di Jepang dapat dikategorikan menjadi dua masalah utama, pertama langkanya kelompok usia produktif di daerah, dan yang kedua adalah rendahnya angka kelahiran di kota.

Langkanya kelompok usia produktif di daerah dipicu oleh urbanisasi. Polemik klasik seperti insfrastruktur yang tertinggal, transportasi yang terbatas, dan kota besar yang menawarkan segala kemewahannya menjadikan para pemuda enggan untuk berlama-lama hidup di daerah.

Dilasir dari GoodStats kota Tokyo menempati urutan pertama sebagai aglomerasi urban terbesar di dunia, mengalahkan Jakarta dan Delhi yang masing-masing menempati urutan kedua dan ketiga. Bahkan, pemerintah Tokyo akan memberikan insentif yang cukup besar bagi siapa saja yang mau meninggalkan kota itu. Langkah itu diambil sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi kepadatan Tokyo sekaligus menghidupkan kembali beberapa daerah lain yang populasinya menurun.

Semantara itu, rendahnya angka kelahiran di kota terjadi karena tingginya biaya kebutuhan hidup dan budaya gila kerja. Survei yang dilakukan oleh Survey on Public Attitudes toward Childbirth 2019 mengatakan bahwa banyak masyarakat Jepang yang tidak tertarik untuk menikah dan memiliki anak.

Hal ini juga selaras dengan survei lain yang menunjukkan banyak orang Jepang yang bekerja terlalu banyak hanya memiliki sedikit waktu untuk kegiatan rekreasi dan kehidupan sosial. Hal ini menjadi salah satu faktor yang memengaruhi keputusan mereka untuk tidak menikah dan memiliki anak.

Latest articles