Pengadilan Negeri Jakpus Perintahkan Pemilu 2024 Ditunda

ENSIPEDIA.ID, Jember – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku tergugat untuk menunda pemilu 2024.

Perintah tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU.

“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis, 2 Maret 2022 dengan didampingi oleh dua hakim anggota, yaitu H. Bakri dan Dominggus Silaban.

Dalam putusan tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan perbuatan melawan hukum. Melawan hukum yang dimaksud di sini adalah dengan tidak meloloskan Partai Prima karena dianggap tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.

Selain memerintahkan penundaan Pemilu, majelis hakim mewajibkan KPU untuk membayar ganti rugi materil sebanyak 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat dalam hal ini adalah Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun angkat bicara terkait dengan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini. Ia menyebut bahwa PN Jakpus membuat sensasi yang berlebihan.

”Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh pengadilan. Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” tulisnya di akun Instagram resminya

Mahfud mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.

Menkopolhukam menyebut bahwa PN Jakpus tidak memiliki kewenangan dalam membuat vonis tersebut karena sengketa sebelum pencoblosan terkait dengan proses administrasi harus diputuskan oleh Bawaslu dan terkait dengan keputusan kepesertaan paling jauh hanya pada tingkat PTUN, bukan Pengadilan Negeri.

”Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya,” kata Mahfud.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa perbuatan melawan hukum secara perdata tidak dapat dijadikan objek terhadap KPU dalam pelaksanaan Pemilu.

“Hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN. Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia,” tulisnya.

 

Ubay Muzemmil
Gak tau mau ditulis apa

Latest articles