ENSIPEDIA.ID, Kendari – Waria atau wanita pria merupakan sebutan bagi para laki-laki yang berdandan layaknya seorang wanita. Kehadiran waria di masyarakat sejak dahulu selalu dipandang sebelah mata. Mereka kerap menjadi bahan olok-olok serta dianggap menyalahi kodrat Tuhan yang meciptakan manusia. Sehingga, dari aspek kehidupan sosial, waria kerap menjadi bulan-bulanan dalam penertiban masyarakat. Muncul juga sebuah fenomena yang disebut dengan waria islami.
Kebanyakan dari waria adalah orang-orang yang terbuang dari keluarga. Hal tersebut karena waria lebih memilih jalan hidup yang bertentangan dengan norma-norma yang dipercayai oleh keluarga mereka. Inilah yang juga membuat mereka jauh dari agama. Ketertutupan agama yang tidak menganggap kehadiran jenis kelamin waria juga menjadi alasan banyak waria yang tidak percaya lagi dengan keberadaan Tuhan.
Pondok Pesantren Al-Fatah dan Akomodasi Ibadah Waria Islami
Di balik segala “laknatan” masyarakat terhadap waria, rupanya masih ada dari mereka yang tertarik untuk mencari Tuhan. Mereka yang mau lebih dekat dengan agama khususnya Islam, dikenal dengan sebutan waria islami. Mereka berpendapat bahwa beribadah adalah hak untuk setiap manusia. Mereka juga membutuhkan sarana untuk melampiaskan hasrat spiritual yang mereka miliki.
Sebuah Pondok Pesantren di Yogyakarta bernama Pondok Pesantren Waria Al-Fatah membuka pintu lebar bagi waria untuk berlajar ilmu agama lebih jauh lagi. Di pesantren tersebut para waria diajari mengaji, bacaan praktek salat, bacaan surah pendek, puasa, dan ilmu agama lainnya.
Menurut pendiri pesantren ini yang juga seorang waria muslim, ia menerangkan bahwa kaum waria rupanya memerlukan tempat untuk beribadah. Waria juga merupakan makhluk ciptaan Tuhan sehingga mereka juga berhak dan berkewajiban dalam menyembah Tuhan yang mereka percayai. Pada dasarnya, tujuan berdirinya Pondok Pesantren Al-Fatah yaitu untuk mengakomodasi waria yang ingin beribadah.

Menjadi Waria Islami
Sebelum mengenal Pondok Pesantren Al-Fatah, banyak waria yang mengaku sulit untuk beribadah. Ketika bergabung di barisan perempuan, mereka akan dijauhi. Ketika berada di saf laki-laki, mereka dipandangi oleh banyak orang. Dengan adanya pondok pesantren tersebut, mereka merasa nyaman dan dibimbing untuk lebih dekat dengan Tuhan.
Pengakuan dari salah satu waria, bahwasanya mereka datang ke pesantren dan belajar baca Al-Quran karena merasa lebih bermanfaat daripada hanya tinggal di indekos miliknya. Selain itu, ada pula waria yang memasuki pesantren karena memiliki masalah dengan keluarganya. Sehingga itu, ia ingin memperbaiki aspek emosional sebagai seorang muslim dan menambah pengetahuan tentang agama Islam.
Suatu yang membuat para waria merasa nyaman di pesantren adalah aspek kenyamanan dalam beribadah. Mereka diperkenankan untuk memilih menggunakan mukena atau sarung dalam salat. Bagi yang nyaman dengan mukena, mereka boleh berada di saf belakang. Bagi yang merasa dirinya sebagai seorang laki-laki sejak lahir, mereka boleh menggunakan sarung dan kopiah dan salat dibagian depan.
Waria Islami: Kami Hanya Ingin Belajar Agama
Pondok Pesantren Al-Fatah rupanya telah memberikan manfaat kepada para waria. Banyak dari mereka telah lancar dalam membaca Al-Quran. “Dulu saya tak bisa baca Alquran dan jarang salat. Di sini saya bisa lebih dekat dengan Sang Pencipta,” kata seorang santri waria.
Walaupun telah memberdayakan para waria dalam aspek spiritualitas beragama, pondok pesantren ini tak terlepas dari berbagai kontroversi. Sejak berdirinya di tahun 2008, pesantren ini sudah beberapa kali ditutup. Pada tahun 2016, pesantren ini ditutup oleh salah satu ormas karena diduga sesat. Mereka berpendapat bahwa tidak ada yang namanya fiqih waria, dalam islam hanya ada fiqih pria dan fiqih wanita.
Dengan kegigihan pengasuh dan para ustad, pondok pesantren ini terus kembali bangkit. Ustaz Arif Nur Safri, seorang pengasuh pondok pesantren ini berpendapat bahwa untuk menyadarkan diri mereka sebagai seorang laki-laki haruslah melalui jalan persuasi dan komunikasi yang damai. Dengan belajar ilmu agama, mereka akan paham sendirinya dalam mengetahui kebenaran siapa sebenarnya diri mereka. Tak sedikit waria yang telah sadar untuk menggunakan kopiah dan sarung dalam beribadah. Ya, mereka hanya ingin beribadah dengan nyaman, tanpa stigma-stigma masyarakat tentang “laknat”-nya kaum waria.
Fenomena waria islami di Pondok Pesantren Al-Fatah hadir sebagai kecenderungan manusia dalam beribadah seperti yang dijelaskan dalam teori religiusitas. Pada dasarnya setiap individu memiliki keterikatan terhadap agama yang dianutnya. Dalam penghayatan spiritual tersebut, waria menemukan tempat yang nyaman dan tentram dalam beribadah yaitu Pondok Pesantren Al-Fatah.
Baca Juga: Apa Saja Syarat Sebuah Kata untuk Bisa Masuk Dalam KBBI