ENSIPEDIA.ID – Sebuah pernyataan kontroversial diucapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Ia menyebut bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi bisa membuat citra Indonesia menjadi buruk.
Hal ini diungkapkan Luhut dalam sebuah acara yang dilaksanakan secara daring. Kegiatan tersebut bertajuk Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024.
“Karena OTT, OTT itu tidak bagus sebenernya, buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau kita digital life siapa yang akan lawan kita?” kata Luhut.
Menurut Luhut, KPK selaku komisi antirasuah di Indonesia tidak mesti melakukan OTT. Operasi tersebut dianggap dapat membuat citra Indonesia jelek di mata dunia.
Luhut merekomendasikan agar negara lebih menggencarkan digital life dalam birokrasi pemerintahan. Menurutnya, di negara-negara maju, digitalisasi dapat menghambat perilaku korupsi karena semuanya telah diatur oleh sistem.
“Digitalisasi itu membangun satu sistem untuk tidak bisa kita membuat hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena negara-negara yang bermartabat, negara yang maju, itu membangun sistem digitalisasi.”
Luhut juga juga melihat kinerja KPK yang terlalu sering melakukan OTT. Menurut Luhut, KPK seharusnya mengurangi penangkapan atau OTT.
“Jadi KPK jangan pula sedikit-sedikit tangkap tangkap, ya lihat-lihat lah,” ungkapnya.
Menteri Marinves tersebut juga menyinggung pola penindakan komisi antirasuah tersebut. KPK dianggap sebagai komisi yang suka bersih-bersih. Ia menyarankan kalau ingin bersih-bersih, di surga saja.
“Jadi kalau kita mau bekerja dengan hati, ya kalau hidup-hidup sedikit boleh lah, kita kalau mau bersih-bersih amat di surga lah kau,” pungkas Luhut.
Pernyataan Luhut pun ditanggapi negatif oleh berbagai pihak. Salah satunya mantan penyidik KPK dan aktivis antikorupsi, Novel Baswedan.
Novel mengungkapkan bahwa OTT masih menjadi jalan yang ampuh dalam melakukan pemberantasan korupsi.
“Penindakan yang efektif justru dengan OTT karena diketahui saat berbuat, sehingga bukti lengkap (pelaku tidak bisa mengelak) dan dampak kerugian negara dari praktik korupsinya belum terjadi,” tutur Novel.
Kritik pun muncul dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai tindakan Luhut sudah berada di luar garis kewenangan. Penindakan korupsi melalui OTT adalah kewenangan KPK dan tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan apapun.
“Jadi, kami merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo agar menegur Saudara Luhut dan memintanya untuk tidak lagi mencampuri urusan penegakan hukum,” imbuh Kurnia.
Pernyataan Luhut didasari pada ketakutannya terhadap dampak OTT yang dapat merusak iklim investasi. Ia pun menyarankan agar penindakan dengan cara OTT dikurangi. Namun, pernyataan tersebut rupanya mendapat banyak kritik dari berbagai pihak karena OTT dianggap masih ampuh dalam upaya penindakan korupsi.