Alasan RUU Perlindungan Data Pribadi Harus Segera Disahkan

ENSIPEDIA.ID, Kendari – Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) merupakan rancangan regulasi yang akan menjamin hak warga negara atas perlindungan data pribadi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat serta menjamin pengakuan dan penghormatan atas pentingnya pelindungan data pribadi. Hal ini menjadi penjawantahan atas hak asasi manusia yaitu setiap individu memiliki hak untuk dilindungi data pribadinya dari penyalahgunaan.

Baru-baru ini, salah satu kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika menjadi sorotan dan perbincangan. Kominfo mewajibkan bagi para penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat untuk mendaftarkan diri ke Kominfo. Kebijakan ini dinilai merugikan masyarakat karena ada banyak kegiatan kreatif masyarakat yang harus diblokir oleh Kominfo.

Kominfo beralasan bahwa pendaftaran PSE dilakukan untuk menjaga data pribadi pelanggan situs. Tentunya hadirnya regulasi ini menjadi sebuah paradoks saat RUU PDP belum disahkan.

Selain permasalahan di atas, berikut merupakan beberapa alasan mengapa RUU harus segera disahkan.

1. Pengguna Internet yang Semakin Bertambah

Ilustrasi perlindungan data pribadi (gambar: freepik)

Berdasarkan data dari We Are Social, pengguna internet Indonesia per Januari 2022 mencapai 204,7 juta pengguna. Penetrasi peningkatan pengguna sejak 5 tahun ke belakang, melonjak sebesar 58,25%. Tentunya peningkatan ini berbanding lurus dengan risiko yang dihadirkan oleh ekosistem internet seperti penipuan online, scamming, hoaks, cyberbulliying, serta pencurian data pribadi.

Sejumlah peraturan pemerintah terkait telekomunikasi dinilai belum memadai untuk memecahkan masalah ini. Maka dari itu, diperlukan UU yang lebih komprehensif dan terintegrasi agar menjadi payung hukum perlindungan data pribadi di tengah meningkatnya pengguna internet di Indonesia.

2. Data Pribadi Bisa Menjadi “New Currency

Ilustrasi perlindungan data pribadi (gambar: freepik)

Di era cyber ini, data pribadi bisa menjadi “mata uang baru” yang harus dikelola dengan baik. Apabila sumber daya data ini bisa dikelola dengan baik, maka bisa menjadi sebuah keuntungan baru. Namun demikian, perlu juga diawasi penggunaanya agar tidak merugika bangsa dan individu-individu di dalamnya.

Maka dari itu, sesuai dengan perkataan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi bahwasanya new currency ini perlu diatur, dijaga, dan dikendalikan.

3. Pencurian Data yang Semakin Marak

Ilustrasi perlindungan data pribadi (gambar: freepik)

Tindakan pencurian data juga semakin marak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Masih jelas diingatan kita terkait data peserta BPJS yang diperjualbelikan pada RaidForums. Pada tahun 2021 lalu, terdapat 182 laporan masyarakat yang dilaporkan kepada polisi siber terkait pencurian data pribadi.

Berdasarkan masalah pencurian data tersebut, diperlukan mekanisme penegakkan hukum data pribadi yang harus disahkan. Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, RUU PDP harus menjamin adanya penegakan hukum yang proaktif dan sistemik.

4. Pentingnya Pembentukan Otoritas Independen Perlindungan Data Pribadi

Ilustrasi perlindungan data pribadi (gambar: freepik)

Menurut Dosen FH UI, Henny Marlyna, diperlukan juga sebua otoritas independen yang bisa mengawasi perlindungan data pribadi. Hal ini bisa ditiru dari negara-negara lain yang sudah memiliki UU serupa yang 80 persennya memiliki otoritas independen. Berdasarkan pembahasan terakhir RUU PDP, otoritas pengawasan perlindungan data pribadi diserahkan kepada pihak independen.

Berkaca ke dunia internasional, sudah 145 negara sudah memiliki undang-undang yang mengatur terkait perlindungam data pribadi, Indonesia kapan disahkan?

Menurut Ketua Komisi 1 DPR RI, Meutya Hamid, menargetkan bahwa RUU PDP akan disahkan pada masa sidang Agustus 2022 setelah menjalani masa panjang pengusulan dan pembahasan sejak 2016 tahun silam.

Latest articles