25 Tahun Pasca Reformasi, Kasus Pemerkosaan Massal 1998 Masih Terabaikan

ENSIPEDIA.ID, Salatiga – Pada bulan Mei 1998, Indonesia diselimuti oleh kerusuhan yang menjadi saksi dari tragedi yang kelam. Tragedi tersebut adalah pemerkosaan massal yang terjadi pada Mei 1998, sebuah kejadian yang akan selalu terpahat dalam sejarah penanganan kasus pemerkosaan di Indonesia.

Dalam kerusuhan yang melanda negara ini 24 tahun yang lalu, terjadi serangkaian pemerkosaan massal di berbagai daerah, dengan korban sebagian besar adalah perempuan etnis Tionghoa. Kejadian ini mengguncang bangsa dan meninggalkan luka yang mendalam bagi para korban dan masyarakat secara keseluruhan.

Tim Relawan Kasus Mei 1998, sebuah tim yang berkomitmen untuk menangani kekerasan terhadap perempuan, mencatat setidaknya ada 150 perempuan etnis Tionghoa yang menjadi korban pemerkosaan selama kejadian tersebut.

Namun, jumlah sebenarnya bisa jadi lebih tinggi karena banyak kasus yang tidak terverifikasi dan tidak dilaporkan. Tim Relawan ini menemukan para korban dengan kondisi yang beragam, ada yang terdiam dengan pandangan kosong karena stres, pingsan dengan tubuh bersimbah darah, bahkan ada yang meninggal akibat kekerasan yang dilakukan setelah mereka diperkosa.

Perjuangan Tim Relawan Memperjuangkan Nasib Korban

Sepanjang bulan Mei 1998, Tim Relawan untuk Kekerasan terhadap Perempuan melakukan pendataan terhadap para korban pemerkosaan tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di Medan dan Surabaya. Tim Relawan mencatat ada 152 korban perkosaan di Jakarta dan sekitarnya sejak 12 Mei hingga 2 Juni 1998, dua puluh orang di antaranya meninggal dunia. Perinciannya adalah sebagai berikut: perkosaan 103 orang, pemerkosaan dan penganiayaan 26 orang, pemerkosaan dan pembakaran 9 orang, dan pelecehan seksual 14 orang. Namun, diperkirakan banyak kasus lain yang tidak dilaporkan.

Keberadaan tim ini didukung oleh Prof. Saparinah Sadli, yang juga merupakan anggota tim relawan tersebut. Tim Relawan berhasil mengadakan pertemuan dengan Presiden BJ Habibie.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Habibie dengan penuh perhatian mengajukan pertanyaan terkait kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan keturunan Tionghoa. Beliau mengungkapkan bahwa saudara perempuannya, seorang dokter, juga pernah menceritakan pengalaman serupa.

Sikap Presiden Habibie dalam menyambut dan merespons kasus ini kemudian dipertanyakan oleh Letjen Sintong Pandjaitan, penasihat militer Presiden saat itu. Letjen Sintong menyarankan agar masalah ini dibahas terlebih dahulu dalam sidang kabinet.

Namun, Presiden Habibie tetap teguh dengan pendiriannya dan mengambil keputusan untuk mendengarkan aspirasi dari para tokoh masyarakat.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Presiden Habibie akhirnya bersedia meminta maaf atas nama pemerintah atas kejadian kerusuhan Mei 1998. Permintaan maaf ini disampaikan melalui pidato yang disiarkan secara nasional.

Presiden Habibie menyatakan rasa penyesalannya terhadap semua bentuk kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi yang terjadi selama kerusuhan tersebut, termasuk pemerkosaan massal.

Beliau menekankan pentingnya menghormati martabat dan hak asasi manusia setiap individu, serta berjanji untuk melakukan upaya yang sungguh-sungguh dalam penanganan kasus ini.

Ia pun membentuk dan meresmikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) pada 24 Juli 1998 untuk mengusut kasus pemerkosaan massal ini. Meskipun TGPF dibentuk dan didukung oleh presiden, sulit untuk mengumpulkan bukti-bukti seperti saksi mata, karena para korban tentunya mengalami trauma berat dan sebagian lagi berpindah ke luar negeri. 

Kisah Ita Martadinata Haryono

Dilanda putus asa, Dilanda putus asa, seorang gadis 18 tahun yang juga adalah korban pemerkosaan 1998 bernama Ita Martadinata Haryono muncul dan mengajukan diri sebagai saksi dan menjadi relawan TPGF.  Ita lahir pada tahun 1980, saat itu ia adalah seorang siswi kelas tiga di SMA Paskalis Jakarta.

Ita adalah sosok yang paling tepat untuk mewakili kelompok minoritas di Indonesia. Sehingga, ia dan rombongannya akan memberikan kesaksian di depan kongres PBB, pembela hak asasi manusia internasional, pada tanggal 13 Oktober 1998.

Namun, pada tanggal 9 oktober 1998, Ita ditemukan tewas dibunuh di kamar tidurnya. empat hari sebelum keberangkatannya ke Newyeok. Ita ditemukan dalam kondisi tubuh tanpa busana, dengan dara yang tercecer, sebatang kayu yang menancap di diburnya, dan leher yang nyaris putus. Hasil otopsi temukan ada 10 luka tusuk pada tubuh Ita.

TGPF meyakini bahwa pembunuhan sadis terhadap Ita murni bermotif politik. Namun, polisi dengan tegas menyimpulkan bahwa Ita dibunuh tetangganya yang seorang pecandu narkoba dan merampok rumah Ita, pecandu itu disebut bernama Suryadi yang hingga kini tidak diketahui kediamannya dan apa yang terjadi padanya.

Kasus Ita Martadinata menghentikan seluruh proses penyelidikan kejadian Mei 98.

Belum Ada Tindakan Mengenai Keadilan Bagi Korban

Namun, meskipun Presiden Habibie telah meminta maaf dan menyuarakan komitmen untuk menangani kasus ini, proses hukum dan pengadilan terhadap pelaku pemerkosaan massal Mei 1998 tidak berjalan dengan baik.

Banyak korban yang menghadapi kesulitan dalam melaporkan kejadian tersebut, bukti yang terbatas, dan minimnya dukungan bagi para korban. Hal ini menyebabkan sedikitnya pelaku yang diadili dan dihukum atas tindakan mereka.

Selain itu masih terdapat korban yang masih belum mendapatkan keadilan dan rehabilitasi yang memadai. Beberapa korban juga mengalami stigmatisasi dan diskriminasi akibat tragedi yang mereka alami.

Pemerkosaan massal Mei 1998 merupakan titik kelam dalam sejarah Indonesia, di mana kekerasan seksual yang sistematis dan terorganisir terjadi terhadap perempuan etnis Tionghoa. Kejadian ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi serta perluasan akses mereka terhadap keadilan.

Meskipun telah berlalu bertahun-tahun sejak tragedi tersebut, luka yang dihasilkan tetap dalam ingatan dan perlu terus dihadapi untuk mencapai keadilan yang lebih baik bagi para korban dan masyarakat secara keseluruhan.

 

Latest articles