ENSIPEDIA.ID, Jember – Gagasan pembangunan jembatan penghubung Jawa-Bali sudah dicanangkan sejak tahun 1960 oleh guru besar ITB, Prof. Sedyatmo yang diberi nama “Tri Nusa Bima Sakti”. Nantinya proyek tersebut akan menghubungkan antara Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali.
Usulan sama juga pernah mengemuka lagi pada 2012 yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Pemkab Banyuwangi meminta segera dibangunkan jembatan karena jumlah kendaraan yang menyeberang ke Pulau Bali selalu meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Terlebih lagi jika jembatan penghubung Jawa-Bali dibangun, maka akan meningkatkan mobilitas kegiatan perekonomian antar dua pulau serta meminimalisir kecelakaan di jalur laut jika sewaktu-waktu ombak tinggi.
Akan tetapi, hingga sekarang jembatan di Selat Bali belum mampu direalisasikan oleh pihak-pihak terkait. Lantas, mengapa jembatan penghubung Jawa-Bali belum dibangun? Simak ulasannya di bawah ini:
Pembangunan jembatan di Selat Bali ternyata mendapat penolakan dari Persatuan Hindu-Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Jembrana karena keterkaitannya dengan mitologi yang dipercayai oleh masyarakat Bali. Menurut mitologi Dang Hyang Sidhimantra memang sengaja memutus Pulau Bali dengan Pulau Jawa agar terhindar dari hal-hal negatif dan pengaruh buruk dari luar Bali.
Hal senada juga diungkapkan oleh PHDI Banyuwangi. Mereka meminta Pemerintah Banyuwangi untuk mempertimbangkan aspek agama dan budaya, jika ingin membangun Jembatan penghubung Jawa-Bali.
PHDI Banyuwangi memperkirakan bahwa Jembatan Selat Bali pasti akan lebih tinggi dari perairan dan daratan di sekitarnya karena ombak Selat Bali yang terkadang besar. Padahal menurut kepercayaan agama Hindu, bangunan jembatan dan posisi manusia tidak boleh lebih tinggi dari padmasana, yakni tempat bersembahyang dan menaruh sesajen bagi umat hindu