ENSIPEDIA.ID – Pemerintah melalui PP No. 24 tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif memberikan kemudahan kepada pelaku industri kreatif dalam hal pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. Melalui peraturan tersebut, konten kreator, artis, seniman, atau pelaku ekonomi kreatif lainnya bisa mengajukan pinjaman utang ke bank dengan jaminan hak kekayaan intelektual. Contohnya seperti, sertifikat konten Youtube, film, hingga lagu.
Sertifikat atau hak milik bisa dijaminkan dengan cara skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. Contoh objek jaminan yang bisa dijaminkan ialah, jaminan fidusia, kontrak kegiatan ekonomi kreatif, ataupun hak tagih.
Hal ini dituangkan dalam pasal 9 yang berbunyi:
Ayat (1) “Dalam pelaksanaan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual, lembaga keuangan bank dan
lembaga keuangan nonbank menggunakan Kekayaan Intelektual sebagai objek jaminan utang.”
Ayat (2) “Objek jaminan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk:
a. jaminan fidusia atas Kekayaan Intelektual;
b. kontrak dalam kegiatan Ekonomi Kreatif;
dan/atau
c. hak tagih dalam kegiatan Ekonomi Kreatif.”
Dalam hal ini, setiap kekayaan intelektual yang ingin dijaminkan haruslah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kemenkumham. Status terdaftar tersebut sebagai acuan bahwa kekayaan intelektual tersebut sah dan diakui sebagai hak intelektual. Hal tersebut diatur pada pasal 10 yang berbunyi:
“Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang berupa:
a. Kekayaan Intelektual yang telah tercatat atau terdaftar di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum; dan
b. Kekayaan Intelektual yang sudah dikelola baik secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain.”
Regulasi ini ditanggapi baik oleh pakar komunikasi digital, Anthony Leong. Ia mengungkapkan bahwa dengan adanya aturan ini, sumber daya berupa penonton dan konten kreator di Indonesia bisa terberdaya lebih baik lagi.
“Saat ini banyak platform digital dan konten anak bangsa yang memiliki jumlah penonton jutaan, dan pastinya nilai ekonomi tersebut akan di nilai oleh lembaga keuangan bank ataupun non bank,” kata Anthony.
Walapun hal ini menjadi kabar baik bagi pelaku industri kreatif dan sudah di teken oleh Presiden Jokowi, praktisi dan pengamat ekonomi masih memiliki satu permasalahan dari adanya regulasi ini.
Menurut Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, masih ada masalah-masalah yang sedang dikaji oleh OJK, salah satunya tentang valuasi atau menentukan nilai dari hak kekayaan intelektual tersebut.
“Terkait prospek dan kelayakan hak kekayaan intelektual (termasuk konten YouTube) jadi jaminan kredit (utang) ke bank, saat ini masih dalam kajian OJK, khususnya terkait masalah valuasi, ketersediaan secondary market, appraisal untuk likuidasi HKI dan infrastruktur hukum eksekusi HKI,” ungkapnya.
Praktisi perbankan masih bingung dalam menentukan nilai atau valuasi tersebut. Pasalnya, belum ada panduan yang bisa diikuti. Berbeda dengan menghitung valuasi properti, emas, atau kendaraan yang lebih mudah dihitung. HKI belum memiliki pembanding yang tepat.
Penentuan valuasi ini bisa berdampak pada sewaktu-waktu kreditur mengalami gagal bayar. Seperti yang dijelaskan oleh pengamat ekonomi digital, Karim Taslim, “Orang lebih hype karena pemiliknya artis atau publik figur. Kalau itu disita, bank yang take over atau admin, apakah kemudian punya nilai yang sama? Nah itu sesuatu yang masih sangat abstrak.”
Taslim memaparkan bahwa apabila nilai suatu jaminan tidak sesuai dengan pinjaman, maka akan sulit untuk melakukan penyitaan karena jaminan yang akan disita ditakutkan tidak bernilai sama.